Mengenal Cacar Air

Oleh: dr. Yuliana

(diterbitkan oleh Malang Pos, 9 Juni 2009)

Cacar Air (Varicella, Chickenpox), yang dikenal orang Jawa sebagai “cangkrangen”, adalah salah satu penyakit yang umum ditemui pada anak-anak. 90% kasus cacar air terjadi pada anak di bawah sepuluh tahun, dengan kejadian tertinggi pada usia 2-6 tahun. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus Varicella Zoster (VZV). Virus ini bisa ditularkan melalui percikan ludah penderita atau melalui kontak langsung dengan cairan kulit yang melepuh atau benda-benda yang terkontaminasi oleh cairan tersebut, misalnya seprai, selimut, dan handuk. Penderita bisa menularkan penyakitnya mulai dari saat timbulnya gejala sampai kulit yang melepuh telah mengering. Karena itu, untuk mencegah penularan, sebaiknya penderita diisolasi (diasingkan) selama masa itu. Apabila luka telah berubah menjadi keropeng (krusta), maka pasien tidak lagi menularkan penyakit.

Gejala yang ditimbulkan penyakit cacar air ini umumnya lebih ringan pada anak kecil dibandingkan dengan anak yang lebih besar atau orang dewasa. Gejala mulai timbul dalam waktu 10-21 hari setelah terinfeksi. Ditandai dengan demam ringan, sakit kepala, rasa tidak enak badan, lemas, nyeri tenggorokan, atau pembesaran kelenjar getah bening di leher bagian belakang. 24-36 jam kemudian muncul bintik-bintik merah datar (makula) yang dimulai dari badan kemudian menyebar ke wajah, lengan dan tungkai. Kemudian bintik tersebut menonjol (papula), membentuk lepuhan berisi cairan (vesikel) yang terasa gatal, yang akhirnya akan mengering. Ruam ini muncul secara bertahap selama 3-4 hari sehingga pada puncak masa sakit dapat ditemui ruam dalam semua tahapannya (bintik-bintik, benjolan berisi cairan, dan ruam yang mengering). Selain di kulit, ruam juga dapat muncul di selaput lendir (mukosa), misalnya bagian dalam mulut atau vagina. Umumnya ruam membutuhkan sekitar 7 – 14 hari untuk sembuh.

Papula di mulut cepat pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus), yang seringkali menyebabkan gangguan menelan. Ulkus juga bisa ditemukan di kelopak mata, saluran pernafasan bagian atas, rektum dan vagina. Papula pada pita suara dan saluran pernafasan atas kadang menyebabkan gangguan pernafasan. Untuk menegakkan diagnosa penyakit ini, biasanya cukup dengan riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis, tanpa perlu pemeriksaan tambahan.

Penyakit ini biasanya dapat sembuh sempurna tanpa masalah yang berarti. Tetapi pada beberapa kasus, yaitu umumnya pada orang dewasa atau anak-anak dengan gangguan sistem kekebalan, infeksi ini bisa berat atau bahkan berakibat fatal. Komplikasi yang muncul bisa berupa radang paru-paru karena virus, peradangan jantung, peradangan hati, infeksi bakteri (erisipelas, pioderma, impetigo bulosa), maupun infeksi otak (ensefalitis). Luka cacar air ini jarang menyebabkan pembentukan jaringan parut, kalaupun ada, hanya berupa lekukan kecil di sekitar mata. Luka cacar air bisa terinfeksi akibat garukan dan biasanya disebabkan oleh bakteri staphylococcus.

Karena penyebabnya virus, maka penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya dan setelah itu anak akan memiliki kekebalan dan tidak akan menderita cacar air lagi. Pengobatan yang diberikan umumnya hanya untuk meringankan gejala yang timbul. Pasien dianjurkan untuk istirahat (tirah baring) secukupnya, untuk menurunkan demam, sebaiknya digunakan asetaminofen, jangan aspirin. Sedangkan untuk mengurangi rasa gatal dan mencegah penggarukan, sebaiknya kulit dikompres dingin. Bisa juga diberikan bedak salisilat, diioleskan losyen kalamin, antihistamin atau losyen lainnya yang mengandung mentol atau fenol. Yang penting dilakukan adalah menjaga agar jangan sampai luka ini terinfeksi bakteri, yaitu dengan selalu menjaga kebersihan. Kulit dicuci sesering mungkin dengan air dan sabun, anak boleh dimandikan bila tidak ada demam. Kebersihan tangan selalu dijaga, kuku dipotong pendek, pakaian tetap kering dan bersih.

Pemberian terapi antivirus masih kontroversial. Antivirus hanya dianjurkan diberikan pada penderita cacar air dengan komplikasi yang berat, cacar air pada bayi di bawah usia 28 hari atau orang dewasa, maupun cacar air pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah. Pemberian antivirus ini harus dilakukan dalam jangka waktu 48 jam setelah ruam pertama kali muncul. Antivirus yang bisa diberikan yaitu asiklovir dengan dosis 20mg/kgbb/kali dalam 4 dosis selama 5 hari. Sedangkan antibiotik hanya diberikan jika ada infeksi kulit oleh bakteri.

Pencegahan untuk cacar air bisa dilakukan dengan pemberian imuniasi. Mengingat kejadian cacar air di Indonesia terbanyak terjadi pada anak yang telah bergaul dengan anak seumurnya (awal sekolah) dan penularan terbanyak terjadi pada saat usia sekolah, maka imunisasi aktif dianjurkan diberikan mulai usia masuk sekolah, yaitu 5 tahun. Atas pertimbangan tertentu, imunisasi ini dapat diberikan setelah usia ≥ 1 tahun. Pada keadaan terjadi kontak dengan pasien cacar air, pencegahan vaksin dapat diberikan dalam waktu 72 jam setelah penularan.

Infeksi Saluran Kemih pada Anak

oleh: dr. Yuliana

(diterbitkan oleh Malang Pos, 17 Mei 2009)

Infeksi saluran kemih ternyata tidak hanya diderita oleh orang dewasa, anak-anakpun bisa terkena. Bahkan infeksi saluran kemih ini merupakan penyebab demam kedua tersering setelah infeksi akut saluran napas pada anak berusia kurang dari 2 tahun. Pada bayi berusia kurang dari 3 bulan, infeksi ini lebih banyak didapatkan pada laki-laki, tetapi pada usia lebih dari 3 bulan kejadian infeksi saluran kemih ini jauh lebih banyak pada anak perempuan.

Infeksi saluran kemih diartikan sebagai adanya pertumbuhan bakteri di dalam saluran kemih yang mencapai ≥ 100.000 unit koloni per ml urin segar yang diambil pagi hari. Infeksi ini dapat meliputi infeksi di jaringan ginjal, kandung kemih, sampai saluran kemih. Apabila tidak diobati dengan cepat dan tepat, maka infeksi ini dapat mengakibatkan komplikasi yang lebih serius, misalnya kerusakan ginjal yang menetap sampai terjadi gagal ginjal.

Pada orang dewasa maupun anak yang lebih besar yang terinfeksi seringkali akan memberikan keluhan yang mudah dikenali, misalnya nyeri saat kencing, sering kencing, bau kencing yang menyengat, nyeri pinggang/perut bagian bawah. Lain halnya, bila infeksi ini diderita pada bayi atau anak yang lebih kecil, seringkali gejala yang muncul tidak khas. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan orang tua bahkan tenaga medis terlambat mendeteksi sehingga berakibat pengobatan yang diberikan tidak tepat. Jika demikian, bagaimana kita dapat mengenali seorang bayi atau anak yang menderita infeksi saluran kemih?

Apabila seorang bayi atau anak menderita demam, rewel, muntah, mencret, tidak mau minum atau makan, sampai berat badan tidak naik dan gagal tumbuh, maka sudah seharusnya kita curiga bahwa mungkin ia terkena infeksi saluran kemih, dan harus dibawa ke dokter. Pada pemeriksaan fisik, dokter biasanya akan mendapatkan adanya demam, nyeri ketok pada daerah pinggang belakang, nyeri tekan pada perut bagian tengah bawah, atau mungkin juga didapatkan kelainan pada kemaluan, atau kelainan pada tulang belakang seperti spina bifida. Kemudian sebagai pemeriksaan tambahan, dokter biasanya akan menyarankan dilakukan pemeriksaan urin (kencing) untuk memastikan ada atau tidaknya infeksi. Diagnosis pasti infeksi saluran kemih ditegakkan dengan ditemukannya bakteriuria (bakteri dalam urin) pada pembiakan (kultur) urin, yang jumlahnya tergantung dari metoda pengambilan sampel. Akan tetapi, pengambilan sampel urin pada anak yang lebih kecil dan bayi kadang mengalami kesulitan. Pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan untuk mencari faktor risiko terjadinya infeksi saluran kemih, misalnya dengan pemeriksaan ultrasonografi, foto polos perut, dan pemeriksaan radiologi lainnya. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin serum (darah) dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.

Penyebab terbanyak infeksi saluran kemih pada anak adalah bakteri Escherichia coli. Oleh karena itu penanganan yang diberikan adalah dengan pemberian antibiotik selama 7-10 hari untuk menghilangkan kuman penyebab. Selain itu juga diberikan asupan cairan yang cukup dan dilakukan perawatan kebersihan daerah sekitar saluran kencing. Sedangkan tindakan bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan.

Infeksi saluran kemih sering berulang pada anak-anak, oleh karena itu pencegahan penting untuk dilakukan. Pencegahan dapat dilakukan dengan minum air dalam jumlah yang cukup, tidak menahan kencing, selalu menjaga kebersihan, terutama sekitar saluran kemih, mengganti celana dalam secara teratur dan apabila mengalami sulit buang air besar harus segera ditangani. Sirkumsisi (sunat) dinilai juga dapat mengurangi terjadinya infeksi saluran kemih. Pada beberapa kasus misalnya anak dengan kelainan ginjal, kelainan anatomik atau fungsional yang menyebabkan sumbatan saluran kemih, antibiotik pencegahan diperlukan.

 

INISIASI MENYUSUI DINI

Inisiasi Menyusui Dini plus ASI Eksklusif Sebagai Langkah Awal Keberhasilan Menyusui…

Dr. Utami Roesli, SpA., IBCLC., FABM., ketua Sentra Laktasi Indonesia (Indonesian Breastfeeding Centre), dalam materi mengenai inisiasi menyusui dini yang dibawakannya pada simposium laktasi yang diadakan di Solo, Mei 2009 yang lalu menegaskan bahwa dengan mulai menyusu sendiri segera setelah lahir, atau kontak kulit setidaknya 1 jam setelah lahir, 22% kematian bayi dapat diselamatkan.

aBerdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr.Lennart Righard, Ms Margaret Alade, bayi lahir normal yang diletakkan di perut ibu segera setelah lahir dengan kulit ibu melekat pada kulit bayi selama setidaknya 1jam, maka dalam usia 20 menit bayi akan merangkak kearah payudara, dan usia 50 menit bayi akan mulai menyusu. Bayi lahir normal yang dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir, 50% tidak akan bisa menyusu sendiri. Sedangkan bayi lahir dengan tindakan/obat-obatan dan dipisahkan dari ibu, 100% tidak akan bisa menyusu sendiri. Oleh karena itu dalam 10 langkah keberhasilan menyusui, langkah ke 4 nya adalah bantu ibu menyusui sedini mungkin dalam waktu setengah jam.

Berikut adalah TATALAKSANA INISIASI MENYUSU DINI (WABA2007 Leaflet UNICEF IMD 2007):

  1. Dianjurkan SUAMI atau keluarga MENDAMPINGI ibu saat melahirkan (ABM protocol#5 2003, UNICEF dan WHO: BFHI Revised,2006).
  2. Dalam menolong ibu saat melahirkan, disarankan untuk tidak atau mengurangi mempergunakan obat kimiawi (Dimkin & O’Ohara; AmericanJournalof ObstreticandGynocology 2002).
  3. DIKERINGKAN secepatnya terutama kepalanya, KECUALI TANGANNYA , tanpa menghilangkan lemak putih (vernix) (UNICEF dan WHO: BFHI Revised, d 2006 and UNICEF India 2007). Mulut dan hidung dibersihkan,tali pusat diikat.
  4. Bila tak memerlukan resusitasi, bayi DITENGKURAPKAN di dada-perut ibu dengan KULIT bayi MELEKAT pada KULIT ibu. Keduanya diselimuti. Bayi dapat diberi topi.
  5. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi mendekati puting. Biarkan bayi mencari puting sendiri (WABA 2008).
  6. Ibu didukung dan bilaperlu dibantu mengenali perilaku bayi sebelum menyusu.
  7. Biarkan KULIT Bayi bersentuhan dengan kulit ibu selama PALING TIDAK SATU JAM atau lebih sampai proses menyusu awal selesai (UNICEF dan WHO: BFHI Revised, 2006 and UNICEF India : 2007, ( Klausand Kennel 2001; American College of OBGYN 2007 and ABM protocol #5 2003).
  8. Bila dlm 1 jam menyusu awal belum terjadi, DEKATKAN BAYI KE PUTING tapi jangan memasukkan puting ke mulut bayi. BERI WAKTU 30 menit atau 1 jam lagi (WABA 2007).
  9. Setelah KONTAK KULIT IBU-BAYI SETIDAKNYA 1JAM, atau lebih, bayi baru dipisahkan untuk ditimbang, diukur, diberi vit K dan dicap/tanda.
  10. RAWAT GABUNG BAYI: Ibu– bayi dirawat dalam satu kamar, dalam jangkauan ibu selama 24 jam. (American College of OBGYN 2007 and ABM protocol #5 2003) Berikan ASI saja tanpa minuman atau makanan lain kecuali atas indikasi medis. Tidak diberi dot atau empeng.

10 Langkah Keberhasilan Menyusui

  1. Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutindikomunikasikan kepada semua petugas.
  2. Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan ketrampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.
  3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya
    dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun, termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.
  4. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan , yang dilakukan di  ruang bersalin. Apabila ibu mendapat operasi Caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar.
  5. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar, dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis.
  6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir.
  7. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari.
  8. Membantu ibu menyusui semua bayi semau bayi, tanpa pembatasan terhadap lama dan
    frekuensi menyusui.
  9. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI.
  10. Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari Rumah Sakit/ Rumah Bersalin/ Sarana Pelayanan Kesehatan.

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN

NOMOR : 450/Menkes/SK/IV/2004

TANGGAL : 07 APRIL 2004
Dr. ACHMAD SUJUDI

 

by: SELASI

Retinopathy of Prematurity

oleh: dr. Yuliana

Membahas kasus yang dialami si kembar, Jared dan Jayden, putra dari Ibu Juliana yang mengalami gangguan penglihatan bahkan salah satunya mengalami kebutaan total pada kedua matanya, sungguh mengundang pertanyaan di benak kita. Apa sih sebenarnya retinopathy of prematurity yang disebut-sebut sebagai penyebab hilangnya penglihatan yang normal pada kedua bocah kembar tersebut? Berikut akan dibahas secara singkat mengenai retinopathy of prematurity (ROP) atau yang sering juga dikenal retrolental fibroplasia (RLF).

Retinopathy of prematurity (ROP) adalah kelainan pada mata yang terjadi pada bayi-bayi prematur. Kelainan ini disebabkan5 karena adanya pertumbuhan pembuluh darah retina abnormal yang dapat menyebabkan perlukaan atau lepasnya retina. ROP dapat berlangsung ringan dan membaik dengan sendirinya, tetapi bisa juga menjadi serius dan mengakibatkan kebutaan. Semua bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram atau usia kehamilan kurang dari 32 minggu berisiko mengalami ROP, tetapi pada bayi-bayi dengan berat lahir semakin kecil dan semakin muda maka risiko terjadinya ROP semakin meningkat. Pemberian oksigen tambahan pada bayi prematur merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan memberatnya ROP, tetapi bukan merupakan faktor utama terjadinya ROP. Pembatasan pemberian oksigen tambahan pada bayi prematur tidak secara langsung akan menurunkan kejadian ROP, malah akan meningkatkan komplikasi sistemik lain akibat kondisi kekurangan oksigen (hipoksia).

ROP terjadi pada 50% bayi prematur dengan berat lahir kurang dari 1250 gram dan 10%nya berkembang menjadi ROP stadium 3 sedangkan 90%nya berlangsung ringan dan tidak memerlukan pengobatan.

Pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan 23-28 minggu, pemeriksaan mata pertama harus dilakukan pada usia 4-5 minggu. Sedangkan pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan di atas 29 minggu, pemeriksaan dilakukan sebelum keluar dari rumah sakit. Bayi dengan ROP berisiko besar terjadi strabismus (juling), g laukoma, katarak, dan kelainan refraksi (rabun jauh), sampai buta. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan berkala setiap tahun untuk mencegah dan mengatasi kondisi-kondisi tersebut.

7Pemeriksaan mata bayi dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop indirek. Klasifikasi ROP ditetapkan berdasar kan International Classification of Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem ini menggunakan beberapa parameter untuk mendeskripsikan ROP, yaitu lokasi dari penyakit (zona 1,2 dan 3), perluasan melingkar dari penyakit (jam 1-12), keparahan penyakit (stadium 1-5), serta ada tidaknya “plus disease”.

ropZona Retina

Zona 1 daerah posterior retina

Zona 2 annulus dengan batas dalam zona 1 dan batas luar jarak dari nervus optikus ke nasal ora serrata

Zona 3 residual temporal crescent of the retina.

Stadium

Stadium 1 garis batas kabur

Stadium 2 elevated ridge

Stadium 3 extraretinal fibrovascular tissue

Stadium 4 sub-total retinal detachment

Stadium 5 total retinal detachment

Plus disease” dapat muncul pada stadium manapun. Menunjukkan tingkat yang signifikan dari dilatasi vaskular dan tortuosity yang ada di pembuluh darah retina belakang. Hal ini menggambarkan adanya peningkatan aliran darah yang melewati retina.

Terapi ROP yang dianjurkan adalah laser. Selain laser, ada juga cryotherapy, akan tetapi cryotherapy tidak lagi rutin digunakan pada ablasio retina bayi prematur, karena berefek samping inflamasi dan lid swelling. Scleral buckling dan/atau bedah vitrectomy dapat dipertimbangkan pada ROP berat (stadium 4-5).

Sumber:

Anonim1. 2007. Retinopathy of Prematurity. (Online). (http://biosingularity.files.wordpress.com/ 2007/07/4330_web.jpg, diakses tanggal 22 Juni 2009).

Anonim2. 2009. Retinopathy of Prematurity. (Online). (http://www.gruiasfightforsight.com/ img/photo.jpg, diakses tanggal 22 Juni 2009).

Bashour, Mounir. 2008. Retinopathy of Prematurity. (Online). (http://emedicine.medscape.com/ article/1225022-overview, diakses tanggal 22 Juni 2009).

National Institute of Eye. 2009. Retinopathy of Prematurity. (Online). (http://www.nei.nih.gov/ health/rop, diakses tanggal 22 Juni 2009).

Wikipedia. 2009. Retinopathy of Prematurity. (Online). (http://en.wikipedia.org/wiki/ Retinopathy_of_prematurity, diakses tanggal 22 Juni 2009).

Follow Up Bayi Prematur

oleh: dr. Yuliana

8Kelahiran prematur tidak hanya berdampak buruk pada saat lahir, tapi juga berefek jangka panjang pada bayi. Bayi prematur menurut WHO diartikan sebagai bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu, dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) ibu. Pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir, bayi-bayi prematur ini berisiko lebih besar mengalami infeksi, hipotermia, hipoglikemia, gangguan napas (respiratory distress syndrome), kuning (neonatal jaundice) sampai kernicterus atau penurunan kesadaran akibat tingginya kadar bilirubin indirek dalam darah bayi. Bayi-bayi prematur ini juga berisiko mengalami perdarahan otak intraventrikular yang bisa menimbulkan dampak jangka panjang yang serius.

Dampak jangka panjang lainnya antara lain risiko tinggi terjadinya gangguan pertumbuhan, perkembangan, pendengaran dan pengllihatan yang terjadi pada 10-15% bayi-bayi prematur. Oleh karena itu diperlukan follow up yang intensif dan rutin.

Pertumbuhan

Selama dua tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dicatat menggunakan umur koreksi untuk prematuritas.

Umur koreksi = umur kronologis – prematuritas

Grafik pertumbuhan untuk bayi prematur rata-rata telah didisain khusus. Setelah bayi mencapai usia 2 tahun, grafik pertumbuhan standar dapat digunakan. Tumbuh kejar (catch-up growth) pada bayi prematur biasanya terjadi selama 2-3 tahun pertama dan maksimum pada saat usia 36-40 minggu setelah pembuahan. Sedikit terjadi setelah usia 3 tahun. Biasanya pertama kali terlihat pada lingkar kepala bayi, diikuti dengan berat dan panjang badan. Bayi prematur dengan retardasi pertumbuhan dalam rahim (IUGR) dan tanpa catch-up growth mempunyai risiko mengalami keterlambatan perkembangan serta kelainan medis yang lebih besar dibandingkan dengan bayi prematur dengan laju pertumbuhan normal. Bahkan saat remaja, anak-anak yang lahir prematur lebih kecil dibandingkan anak yang tidak lahir prematur. Menarche (menstruasi pertama kali) juga terjadi lebih lambat pada anak yang lahir prematur. Suatu penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang lahir prematur cenderung melahirkan bayi prematur pula.

Jadwal follow up dilakukan tergantung kondisi medis. Pada usia koreksi kurang dari 40 minggu, follow up dilakukan setiap 2 minggu, setelah bayi mencapai usia aterm (40 minggu), follow up dilakukan tiap bulan. Yang dinilai adalah berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala.

Perkembangan

Perkembangan bayi selama 2 tahun pertama ini harus di-plot dari perkiraan tanggal lahir bayi yang seharusnya bukan dari tanggal lahir bayi. Kuesioner praskrining perkembangan Denver, DDST, dan The Gesell Screening Inventory merupakan uji yang sudah diakui. Skrining perkembangan tidak menggantikan pemeriksaan saraf. Neonatal Neurodevelopmental Examination perlu dilakukan untuk menilai refleks dan kekuatan otot, saraf otak dan fungsi motorik, respons sensorik dan perilaku.

Penglihatan2

Strabismus (juling) lebih sering didapatkan pada bayi prematur dibanding dengan bayi aterm. Karena juling dapat menjadi tanda kelainan pada mata, diperlukan konsultasi dengan dokter bila dijumpai juling pada bayi. Pada banyak bayi berat lahir sangat rendah, juling pada usia enam minggu akan menghilang saat mencapai usia 9 bulan sedangkan juling yang timbul saat usia 9 bulan cenderung menetap. The American Academy of Pediatrics, the American Association for Pediatric Ophthalmology and Strabismus, dan the American Academy of Ophthalmology menganjurkan dilakukannya pemeriksaan skrining awal pada usia 4-6 minggu, dengan follow-up tergantung hasil pemeriksaan awal.

Pendengaran

WHO mendefinisikan tuli sebagai hilangnya pendengaran rata-rata lebih dari 25 dB pada frekuensi 500, 1.000 dan 2.000 Hz. Berdasarkan definisi tersebut, sekitar 5% bayi prematur yang lahir sebelum usia kehamilan 32 minggu mengalami ketulian pada usia 5 tahun. Para orang tua harus memperhatikan adanya tanda-tanda gangguan pendengaran pada bayi. Respons bayi terhadap suara keras dapat diperiksa oleh dokter dan kemampuan mengerti dan mengekspresikan bahasa dapat dinilai dengan alat skrining perkembangan. Konsultasi dengan ahli THT dapat dilakukan jika orang tua melihat tanda-tanda hilangnya pendengaran atau jika ditemukan kelainan saat skrining.

Beberapa kondisi seperti hiponatremia (kadar natrium dalam darah yang rendah), alkalosis metabolik dan penggunaan ventilator mekanik dalam jangka waktu lama yang merupakan faktor resiko terjadinya ketulian. Faktor resiko lainnya antara lain penggunaan obat golongan aminoglikosida atau furosemide.

SUMBER:

Trachtenbarg, David E, Golemon, Thomas B. 1998. Care of the Premature Infant: Part I.

Monitoring Growth and Development. (Online). (http://www.aafp.org/afp/980501ap/trachten.html, diakses tanggal 22 Juni 2009).

Patient UK. 2008. Premature Babies and Their Problems. (Online). (http://www.patient.co.uk/ showdoc/40024676/, diakses tanggal 22 Juni 2009).

The Revised WHO/UNICEF Recommendation For The Clinical Management of Acute Childhood Diarrhea

Oleh: dr. Yuliana

Beberapa waktu lalu, yaitu tanggal 25-27 Mei 2009 telah diselenggarakan Asian Conference on Diarrhoeal Disease and Nutrition (ASCODD) XII, bertempat di Yogyakarta, Indonesia. Dengan menghadirkan pembicara-pembicara dari berbagai negara, antara lain Bangladesh, Filipina, Hongkong, Thailand, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Jepang, dan juga dari Indonesia sendiri, pertemuan ilmiah ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan diare dan nutrisi pada anak dari berbagai pandangan. Salah satunya adalah rekomendasi dari WHO/UNICEF untuk manajemen klinis diare akut pada anak.

Formula Baru ORS (tahun 2004) yang disarankan adalah:

Picture1

Dalam topik yang berjudul “Global Progress in Implementing The Revised WHO/UNICEF Recommendation For The Clinical Management of Acute Childhood Diarrhoea”, Martin Weber, Dr. med., Ph.D., DTM&H menyampaikan berbagai penelitian yang menghasilkan 2 kebijakan terbaru, yaitu penggunaan Oral Rehydration Solution (ORS/oralit) dengan formula baru, yaitu dengan osmolaritas yang lebih rendah menggantikan ORS formula lama, serta penggunaan zinc sebagai essential drug dalam penatalaksaan diare akut pada anak.

Berdasarkan penelitian, dengan ORS formula baru ini dapat mengurangi 25-30% jumlah feces yang keluar dan volume cairan yang hilang selama diare. Selain itu kejadian vomiting (muntah), yang umumnya menyertai diare juga menurun sampai 30%, dan kebutuhan akan pemberian cairan melalui jalur intravena juga menurun lebih dari 30%.

Sedangkan untuk penggunaan zinc dalam terapi diare akut, berdasarkan Zinc Investigators’ Collaborative Group (AJCN, 2000), pemberian zinc dapat menurunkan durasi diare akut sebesar 15% dan durasi diare persisten sebesar 24% serta dapat menurunkan angka kegagalan terapi atau kematian pada diare persisten sebesar 42%. Suplementasi zinc selama 10-14 hari memberikan efek jangka panjang terhadap kejadian sakit pada anak selama 2-3 bulan setelah terapi. Pemberian zinc akan menurunkan prevalensi diare sebesar 34% dan insiden pneumoni sebesar 26% (Pediatrics, 1999). Pemberian zinc yang disarankan adalah sebesar 10-20 mg/hari selama 10-14 hari.

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

oleh: dr. Yuliana

Anak saya kok rasanya kurus sekali ya, jangan-jangan kekurangan gizi? Atau anak saya kok masih belum bisa mengangkat kepala? Lho, anaknya bu santi sudah bisa berjalan, anak saya merangkak saja belum.. Normal tidak sih??? Seringkali pertanyaan-pertanyaan itu yang muncul seiring dengan tumbuh kembang anak, oleh karena itu dalam artikel di bawah ini akan dibahas secara singkat mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak dalam tahun-tahun pertama kehidupannya.

Definisi pertumbuhan dan perkembangan

Pertumbuhan (growth) ialah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau keseluruhan. Bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan mempergunakan satuan panjang dan berat.

Perkembangan (development) ialah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, jadi bersifat kualitatif yang pengukurannya jauh lebih sulit daripada pengukuran pertumbuhan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu. Dimana keduanya berjalan secara berkesinambungan dalam tubuh manusia. Terdapat dua faktor utama yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.

Penilaian pertumbuhan dan perkembangan anak

Penilaian tumbuh kembang anak secara medis atau secara statistik diperlukan untuk mengetahui apakah seorang anak tumbuh dan berkembang normal atau tidak. Anak yang sehat akan menunjukkan tumbuh kembang yang optimal apabila diberikan lingkungan bio-fisiko-psikososial adekuat.

Parameter ukuran antropometrik yang dipakai pada penilaian pertumbuhan fisik, antara lain tinggi badan, berat badan, lingkaran kepala, lingkaran dada, lipatan kulit, lingkaran lengan atas, panjang lengan (arm span), proporsi tubuh/perawakan, dan panjang tungkai. Penilaian pertumbuhan dimulai dengan memplot hasil pengukuran tinggi badan, berat badan pada kurva standar (misalnya NCHS, Lubschenko, Harvard, dan lain sebagainya), sejak dalam kandungan (intra uterin) hingga remaja.

Sedangan penilaian perkembangan anak pada fase awal umumnya dibagi menjadi 4 aspek kemampuan fungsional, yaitu motorik kasar, motorik halus dan penglihatan, berbicara, bahasa dan pendengaran serta sosial emosi dan perilaku. Salah satu alat untuk skrining yang dipakai secara internasional, yaitu DDST (Denver Developmental Screening Test) disebut sebagai Denver II dengan menggunakan pass-fail ratings pada 4 ranah perkembangan, yaitu personal-social, fine motor adaptive, language, dan gross motor untuk anak sejak lahir sampai usia 6 tahun.

KMS (Kartu Menuju Sehat) merupakan alat yang penting untuk memantau tumbuh kembang anak. Aktifitasnya tidak hanya menimbang dan mengukur saja, tetapi harus menginterpretasikan tumbuh kembang anak kepada ibunya. KMS yang ada di Indonesia pada saat ini berdasarkan standar Harvard, dimana 50 persentil baku Harvard dianggap 100%. Seminar Antropometri di Ciloto 1991 merekomendasikan untuk menggunakan baku NCHS untuk menggantikan baku Harvard yang secara internasional mulai berkurang penggunaannya.

Berikut rumus untuk memperkirakan berat badan dan tinggi badan normal pada bayi dan anak:

Berat Badan (Kilogram)
Lahir 3,25
3-12 bulan Usia (bulan) + 9

2

1-6 tahun Usia (tahun) x 2 + 8
7-12 tahun Usia (tahun) x 7 – 5

2

Tinggi Badan (Centimeter)
Lahir 50
1 tahun 75
2-12 tahun Usia (tahun) x 6 + 77

Beberapa ukuran yang perlu diketahui sebagai patokan:

Berat badan (BB)

Rata-rata lahir normal                    3.000-3.500 gr

Umur 5 bulan                                     2x berat badan lahir

Umur 1 tahun                                    3x berat badan lahir

Umur 2 tahun                                    4x berat badan lahir

Kenaikan berat badan pada tahun pertama kehidupan:

–          700-1000 gram/bulan pada triwulan I

–          500-600 gram/bulan pada triwulan II

–          350-450 gram/bulan pada triwulan III

–          250-350 gram/bulan pada triwulan IV

Pada masa pra sekolah kenaikan BB rata-rata 2 kg/tahun.

Tinggi badan (TB)

Rata-rata lahir normal                    50 cm

Umur 1 tahun                                    1,5 x TB lahir

Umur 4 tahun                                    2 x TB lahir

Umur 6 tahun                                    1,5 x TB setahun

Umur 13 tahun                                  3 x TB lahir

Dewasa                                                3,5 x TB lahir (2 x TB setahun)

Sedangkan untuk perkembangan anak, banyak “milestone” perkembangan anak yang penting, tetapi di bawah ini akan disajikan beberapa “milestone” pokok yang harus kita ketahui dalam mengetahui taraf perkembangan seorang anak (yang dimaksud dengan “milestone” perkembangan adalah tingkat perkembangan yang harus dicapai anak pada umur tertentu), misalnya:

Umur Milestone” perkembangan
4-6 minggu Tersenyum spontan, dapat mengeluarkan suara 1-2 minggu kemudian
12-16 minggu –          Menegakkan kepala, tengkurap sendiri

–          Menoleh ke arah suara

–          Memegang benda yang ditaruh di tangannya

20 minggu Meraih benda yang didekatkan kepadanya
26 minggu –          Dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya

–          Duduk, makan dengan bantuan kedua tangannya ke depan

–          Makan biskuit sendiri

9-10 bulan –          Menunjuk dengan jari telunjuk

–          Memegang benda dengan ibu jari dan telunjuk

–          Merangkak

–          Bersuara da… da…

13 bulan –          Berjalan tanpa bantuan

–          Mengucapkan kata-kata tunggal

Dengan kita mengetahui berbagai “milestone” pokok ini, maka kita dapat mengetahui apakah seorang anak perkembangannya terlambat ataukah masih dalam batas-batas normal.

Dengan mempelajari tumbuh kembang anak ini diharapkan kita dapat menjaga agar seorang anak dapat tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik, mental, emosi dan sosial sesuai dengan potensi yang dimilikinya agar menjadi manusia dewasa yang berguna.

Sumber:

  1. Kliegman, Robert M., etc. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics 18’th Edition. United States of America: Elsevier.
  2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Edisi Pertama. Jakarta: Sagung Seto.
  3. Soetjiningsih, dr. 1994. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Jadwal Imunisasi 2008 (IDAI)

jadwal-imunisasi-2008-online1sumber: satgas imunisasi IDAI 2008

Kejadian Meningitis Bakterial pada Kejang Demam Sederhana

Menurut anjuran American Academy of Pediatric (AAP) sejak tahun 1996, pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk dilakukan pada anak berusia di bawah 12 bulan dengan kejang demam sederhana pertama kali (first simple febrile seizure), dianjurkan pada anak berusia 12-18 bulan, dan dipertimbangkan pada anak berusia di atas 18 bulan yang dicurigai menderita meningitis. Hal ini berdasarkan alasan bahwa kejang seringkali merupakan manifestasi dari bakterial meningitis dan seringkali diagnosa meningitis sulit ditegakkan pada anak-anak di bawah 12 bulan akibat tanda-tandanya yang tidak jelas.

Akan tetapi, penelitian terbaru dalam jurnal Pediatrics yang berjudul Utility of Lumbar Puncture for First Simple Febrile Seizure Among Children 6 to 18 Months of Age yang dipublikasikan pada tahun 2009, membuat kebijakan ini perlu dipertanyakan lagi..

Sebuah penelitian retrospektif dilakukan pada 260 pasien usia 6-18 bulan yang dirawat di sebuah pediatric emergency department Children’s Hospital Boston, Massachusetts antara bulan Oktober 1995 sampai Oktober 2006 dengan diagnosa kejang demam sederhana pertama kali yang kemudian dilakukan lumbal pungsi dan pemeriksaan cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid / CSF). Diagnosa bakterial meningitis ditegakkan bila:
1.Didapatkan pertumbuhan bakteri patogen pada kultur CSF setelah 1 minggu
2.Didapatkan CSF pleositosis (didapatkan leukosit pada CSF > 7sel/mm3) dan kultur darah (+) bakteri patogen
3.Pada pewarnaan gram CSF didapatkan bakteri patogen
Dan hasil akhirnya, tidak didapatkan satupun kultur CSF yang (+) bakteri patogen, dan tidak didapatkan pertumbuhan bakteri patogen pada kultur darah pada 10 pasien dengan CSF pleositosis.

Namun, jangan senang dulu..
Ini terjadi di Amerika dengan latar belakang cakupan vaksinasi lengkap untuk meningitis sebesar 98%. Sedangkan untuk Indonesia???
Berdasarkan diskusi dalam jurnal ini, meskipun bakterial meningitis menimbulkan morbiditas dan kematian yang tinggi, tetapi vaksinasi yang efektif dinilai cukup signifikan untuk menurunkan kemungkinan terjadinya meningitis bakterial pada anak.
Sebagai kesimpulannya, karena ternyata risiko terjadinya meningitis bakterial pada anak usia 6-18 bulan dengan kejang demam sederhana pertama kali sangat rendah, maka kebijakan dilakukannya lumbal pungsi perlu ditinjau kembali. Disarankan, sebaiknya lumbal pungsi dipertimbangkan dan dilakukan pada anak-anak yang jelas menunjukkan gejala dan tanda yang mengarah ke meningitis bakterial, misalnya kejang fokal atau kejang berulang, petechial rash, dan nuchal rigidity.

Sumber:
Kimia, Amir A. 2009. Utility of Lumbar Puncture for First Simple Febrile Seizure Among Children 6 to 18 Months of Age. (Online). (http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/123/ 2/1/6, diakses tanggal 20 Pebruari 2009).

Chikungunya di Kota Malang Mengalahkan Demam Berdarah

RADAR MALANG Sabtu, 13 Maret 2009

MALANG – Chikungunya menyerang kota Malang. Sedikitnya 109 warga RW 2 dan RW 3 Kelurahan Bareng menderita penyakit akibat gigitan nyamuk chikungunya itu. Bahkan jumlah ini melebihi angka kejadian demam berdarah. Kadinkes kota Malang, Enny Sekar Rengganingati langsung menyatakan chikungunya itu sebagai kejadian luar biasa (KLB)………………………..

Demam chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya yang merupakan anggota genus Alphavirus dalam family Togoviridae. Disebarkan dengan perantaraan nyamuk Aedes aegepty. Vektor lainnya A. albopictus. Di Afrika disebarkan melalui A. furcifer dan A. africanus.

Infeksi virus Chikungunya onsetnya akut dan manifestasi klinisnya sangat bervariasi. Gejala muncul dalam 4-7 hari setelah masa inkubasi selama 1-12 hari. Pada sebagian besar kasus dapat sembuh sendiri dan diikuti dengan perbaikan gejala dan tanda dalam 5-7 hari walaupun tanpa terapi. 2,4,5

picture2Trias klinis yaitu demam, ruam kemerahan, dan atralgia khas untuk demam Chikungunya. Manifestasi demam bervariasi, dari demam timggi (lebih dari 40 °C) sampai demam yang tidak terlalu tinggi. Suhu dapat meningkat cepat dan kadang-kadang disertai sakit kepala berat, menggigil, mual serta muntah. Demam ini dapat membaik dan kemudian muncul kembali setelah 1-2 hari bebas demam (saddle back fever). Poliatralgia disertai mialgia merupakan gejala khas penyakit ini. Nyeri sendi ini biasanya sangat berat (nyeri bila disentuh), menyebabkan imobilisasi dan menyebabkan pasien tidak dapat tidur selama beberapa hari setelah onset penyakit. Gerakan sendi menyebabkan nyeri hebat sehingga pasien terpaksa membungkuk. Poliartritis yang berpindah-pindah (migratory) biasanya mengenai sendi kecil pada tangan, pergelangan tangan, pergelangan kaki (ankle), dan kaki. Ruam makulopapular dan perdarahan gusi jarang ditemukan pada pasien dewasa (lebih sering pada anak). Ruam kemerahan biasanya muncul pada batang tubuh (trunk) atau pada permukaan ekstensor ekstremitas dan biasanya gatal. Petekie juga dapat ditemukan pada penyakit ini.

Gejala yang muncul pada demam chikungunya ini seringkali menyerupai demam berdarah dengue tetapi tidak menyebabkan perdarahan hebat, renjatan, maupun kematian.

Komplikasi demam Chikungunya adalah myelomeningoensefalitis, sindrom guillain Barre, hepatitis fulminan, miokarditis, dan perikarditis (jarang). Infeksi asimptomatik sering terjadi dan ini menyebabkan terbentuknya imunitas terhadap virus (tidak ada serangan kedua).1

Pada pemeriksaan darah tidak didapatkan kelainan yang khas. Paling sering ditemukan lekopenia dengan predominan limfosit, jarang ditemukan trombositopenia. LED biasanya meningkat. CRP juga meningkat selama fase akut dan dapat bertahan tinggi selama beberapa minggu. Beberapa persen pasien dapat menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan faktor rheumatoid selama dan sesudah periode penyakit.

Untuk menegakkan diagnosis demam chikungunya dapat dilakukan isolasi virus, PCR, deteksi antibody IgM dan peningkatan titer antibody IgG. Virus Chikungunya dapat diisolasi dari cairan otak atau kultur virus pada nyamuk atau struktur sel mamalia yang terinfeksi. Antibodi IgM yang diperiksa dengan ELISA dapat muncul dalam dua minggu. Tidak disarankan memeriksa antibody pada minggu pertama. Pada beberapa orang, antibody IgM dapat muncul pada enam sampai duabelas minggu hingga jumlahnya cukup untuk dideteksi dengan ELISA.

Penatalaksanaan demam Chikungunya secara umum dibagi dua, yaitu tata laksana periode akut dan kronik.

Tatalaksana Periode Akut

1. Rawat jalan

Pada perawatan di rumah, yang harus dilakukan adalah istirahat yang cukup, membatasi kegiatan fisik, kompres dingin (membantu mengurangi kerusakan sendi), minum banyak air dengan elektrolit ( setidaknya 2 liter cairan dalam 24 jam), bila mungkin produksi kencing harus diukur dan lebih dari satu liter dalam 24 jam. Demam diatasi dengan paacetamol pada pasien tanpa penyakit ginjal dan hati. Bila demam lebih dari lima hari, nyeri tidak tertahankan, ketidakseimbangan postural dan ekstremitas dingin, penurunan output urin, perdarahan kulit atau melalui lubang manapun dan muntah terus menerus, pasien harus datang ke sarana kesehatan primer.

2. Sarana kesehatan primer

Kemungkinan diagnosis banding yang lain misalnya leptospira, demam denge, malaria dan penyakit lain harus disingkirkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium dasar. Harus dicari tanda dehidrasi dan dilakukan rehidrasi dengan adekuat. Dilakukan pemeriksaan darah untuk melihat lekosit dan trombosit. Pengobatan lain merupakan simptomatis dengan paracetamol sebagai antipiretik. Manifestasi kulit dapat diatasi dengan obat topical atau sistemik. Bila hemodinamik tidak stabil, oligouria ( urin < 500 cc/24 jam), perubahan kesadaran atau manifestasi perdarahan, pasien harus segera dirujuk ke sarana kesehatan yang lebih tinggi. Demam dapat memperburuk nyeri sendi, sehingga sebaiknya dihindari dalam fase akut. Aktivitas ringan dan fisioterapi direkomendasikan bagi pasien yang mengalami perbaikan klinis.

3. Sarana kesehatan sekunder

Harus diperiksa sampel darah untuk serologi IgM ELISA. Sebagai alternative dapat diperiksa IgG diikuti dengan pemeriksaan sampel kedua dengan jarak 2-4 minggu. Tanda gagal ginjal harus diperhatikan (jumlah urin, kreatinin, natrium dan kalium), fungsi hati (transaminase dan bilirubi), EKG, malaria (hapusan darah tepi) dan trombositopenia. Pemeriksaan cairan serebrospinal harus dilakukan bila dicurigai terdapat meningitis. Dapat digunakan sistem scoring CURB 65 untuk penentuan perlu tidaknya rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.

4. Sarana kesehatan tersier

Harus diperiksa sampel darah untuk serologi/PCR/pemeriksaan genetic sesegera mungkin bila fasilitas tersedia. Pertimbangkan kemungkinan penyakit rematik lain seperti rematoid arthritis, gout, demam rematik pada kasus-kasus yang tidak biasa. Dapat diberikan terapi NSAID. Pada komplikasi serius berupa perdarahan transfusi trombosit pada perdarahan dengan trombosit kurang dari 50ribu, fresh frozen plasma atau injeksi vitamin K bila INR lebih dari dua. Hipotensi diatasi dengan cairan atau intropik gagal ginjal akut dengan dialysis, kontraktur dan deformitas dengan fisioterapi atau bedah dan manifestasi kulit dengan obat topical atau sistemik. Pasien dengan mioperikarditis atau meningoensefalitis mungkin membutuhkan perawatan intensif di ICU. Pada kasus atralgia yang refrakter terhadap obat lain dapat digunakan hidroksiklorokuin 200mg per oral sekali sehari atau klorokuifosfat 300mg per oral tiap hari selama 4 minggu. Perlu dinilai adakah kecacatan dan direncanakan prosedur rehabilitasi.

Tatalaksana Fase Kronik

1. Tatalaksana Masalah Osteoartikular

Masalah osteoartikular pada demam chikungunya biasanya membaik dalam satu sampai dua minggu. Pada kurang dari 10% kasus, masalah ini dapat berlangsung dalam beberapa bulan.

Tatalaksana manifestasi osteoartikular mengikuti guideline yang telah dibahas sebelumnya. Karena dapat terjadi proses imunologi pada kasus kronik dapat diberikan steroid jangka pendek. Walaupun NSAID meringankan gejala pada sebagian besar pasien harus diperhatikan juga efek samping pada ginjal, gastrointestinal, jantung, dan sumsum tulang. Kompres dingin dilaporkan dapat mengurangi keluhan sendi.

2. Tatalaksana Masalah Neurologis

Sekitar 40% pasien dengan demam chikungunya akan mengeluhkan berbagai gejala neurologi tetapi hanya 20% diantaranya mengalami manifestasi persisten. Keluhan paling umum adalah neuropati perifer dengan komponen sensoris dominan. Obat antineuralgi (amitriptilin, carbamazepin, gabapentin) dapat diberikan pada dosis standar untuk neuropati. Keterlibatan ocular selama fase akut pada kurang dari 0.5% kasus dapat menyebabkan penurunan visus dan nyeri mata. Penurunan visus karena uveitis atau retinitis dapat berespon terhadap steroid.

3. Tatalaksana Masalah Dermatologi

Manifestasi kulit demam chikungunya berkurang setelah fase akut terlewati. Namun apabila terjadi lesi psoriatic dan lesi atopic diperlukan tatalaksana spesifik. Hiperpigmentasi dan erupsi popular dapat diobati dengan krim zinc oxide. Jarang terjadi luka persisten.

4. Tatalaksana Masalah Psikosomatis

Masalah emosional dilaporkan terjadi pada 15% kasus.

Sumber:

Karmat S, Das AK. Chikungunya. JAPI: 2006; 54: 725-727.

WHO. Guidelines on Clinical Management on Chikungunya Fever. October 2008.

Widodo, Djoko. 2007. Diagnosis dan Penatalaksanaan Chikungunya. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM.

Wilson Mary. Chikungunya on Three Continents. (Online). (http://infectious-diseases.jwatch. org/cgi/content/full/2008/227/2, diakses 26 Pebruari 2009).

Yulvi H. Rapid Detection of Chikungunya Virus by PCR. USU Repository 2006.

Hati-Hati dengan “Pulled Elbow”

Oleh: dr. Yuliana

Sedikit berbagi pengalaman dengan pembaca blog saya. Kemarin saya mengantar keponakan saya yang baru berusia 5 tahun ke dokter karena tangan kanannya tidak bisa digerakkan dan bengkak di sikunya. Awal kejadiannya adalah saat ponakan saya ditarik tangannya oleh ayahnya (lihat ilustrasi). Setelah dibawa ke dokter, ponakan saya didiagnosa menderita “pulled elbow”. Karena penasaran dengan penyakit tersebut, saya pun mencari info tentang pulled elbow di google dan di buku Orthopedi/bedah tulang milik teman saya. Berikut penjelasannya secara singkat.

pulled_elbow_khi_rchnurse

“Pulled elbow” seringkali disebut dengan “nursemaid elbow” adalah suatu trauma pada sendi siku anak-anak, dimana terjadi robekan pada ligamen (struktur yang menghubungkan tulang dengan tulang) pada tulang radius/tulang hasta (lihat gambar) sehingga tulang radius akan lepas dari sendi siku (mengalami dislokasi). Akibatnya anak akan kesakitan saat berusaha menggerakkan tangannya, bahkan enggan untuk menggerakkannya sama sekali. “Pulled elbow” hanya terjadi pada anak kecil, karena lemahnya ligamen pada tulang radius tersebut.

Pertolongan pertama yang dapat anda lakukan adalah jangan memaksa anak untuk meluruskan siku. Segera bawa anak anda ke dokter atau ke unit gawat darurat untuk mendapatkan pertolongan. Semoga tulisan singkat ini bisa membuat pembaca lebih berhati-hati dengan anak anda.

Komunikasi Dokter – Pasien

patient-doctors_komunikasi1

Seorang dokter dituntut karena dugaan malpraktik sudah menjadi berita umum saat ini. Seakan menunggu waktu kapan seorang dokter akan ‘ketiban apes’ atau dengan kata lain kapan seorang dokter akan mengalami giliran dituntut akibat tindakan yang dikabarkan malpraktik, walaupun sebenarnya belum tentu benar.

Mengapa hal ini bisa terjadi??

Dalam sebuah tulisan berjudul Komunikasi: Fondasi Hubungan Dokter dan Pasien (Ethical Digest No 56 Thn VI Oktober 2008, hal 68-74), Dr. JB Suharjo B Cahyono, penulis buku Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam Praktik Kedokteran menjelaskan mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan masalah ini.

Komunikasi kurang mendapat perhatian

Menurut laporan Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO), dari hasil evaluasi 2840 kasus sentinent event (kejadian yang tak diharapkan fatal) dapat disimpulkan bahwa 65% akar penyebab masalah adalah faktor komunikasi. Komunikasi ini menyangkut banyak hal, komunikasi antar petugas kesehatan sebagai satu tim, komunikasi dokter dengan petugas kesehatan lainnya, dan komunikasi dokter dengan pasien.

Dalam praktik kedokteran, komunikasi sering kurang mendapat perhatian dari para tenaga kesehatan yang lebih mengutamakan ketrampilan klinis, ketimbang meluangkan waktu untuk melakukan komunikasi yang efektif. 54% pasien mengeluh, dan 45% pasien minta perhatian, tidak mendapat tanggapan dokter. Bahkan studi lain mengatakan dalam 18 detik pasien mengungkapkan problemnya, dokter menyela ungkapan pasien.

Dalam pembahasan kali ini akan lebih diutamakan mengenai komunikasi dokter dan pasien. Dalam hubungan dokter – pasien, hal penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu bagaimana dokter menempatkan otonomi pasien sebagai individu khususnya dalam pengambilan keputusan medis. Konsekuensinya adalah bagaimana dokter membangun keharmonisan hubungan tersebut melalui komunikasi. Hubungan dokter dan pasien pasti dilandasi dengan komunikasi, kecuali pada pasien tidak sadar, meskipun demikian komunikasi tetap berjalan, paling tidak dengan keluarga pasien.

Ketidakseimbangan hubungan dokter – pasien

Ketidakseimbangan ini menyangkut pada hubungan dokter dan pasien yang bersifat paternalistik asimetris dan ketidakpastian dalam praktik kedokteran. Paternalistik berarti otonomi pasien berada di bawah bayang-bayang dokter, dokter bebas menentukan tindakan terhadap pasien. Hal ini akan memberi lebih banyak peluang bagi dokter untuk melakukan kesalahan medis. Karena pasien tidak bersikap kritis dan tidak menuntut lebih banyak, lebih bersikap menerima, maka dokter cenderung memberikan pelayanan “apa adanya”. Asimetris berarti tidak seimbang, ada kesenjangan pengetahuan dan ketrampilan, ada perbedaan sudut pandang antara dokter dan pasien. Selama ini, pasien beranggapan bahwa kedokteran modern saat ini mampu menjawab segala persoalan media, dengan teknologi yang super canggih, mampu “melihat” apa yang ada di dalam tubuh. Pasien lebih melihat dari aspek hasil daripada proses, yang penting sembuh dan bukan sebaliknya. Sedangkan dari sudut pandang dokter, dokter lebih berorientasi pada proses. Berusaha melakukan tindakan medis terbaik, menurut ukuran standar medis yang telah diuji ilmiah (evidence based), hasil pengobatan tidak dapat dipastikan. Ilmu kedokteran dibangun berdasarkan gabungan antara science (ilmu pengetahuan) dan art (seni). Bukan 100% ilmu pasti. Dalam praktik kedokteran, ada area abu-abu (grey zone), daerah yang masih tidak diketahui dan mengandung ketidakpastian.

Pengaruh hubungan dokter dan pasien terhadap proses penyakit

Komunikasi yang efektif memungkinkan seorang dokter untuk mendapatkan data klinis yang lebih lengkap, sehingga memudahkan dalam penentuan diagnosis, dan akan membuahkan suatu kepercayaan dan keyakinan diri pasien terhadap dokter. Kepercayaan dan keyakinan pasien terhadap dokter akan membantu proses penyembuhan.

Komunikasi yang efektif membantu penyembuhan

Seperti yang disebutkan oleh Leventhal, interaksi hubungan dokter dan pasien yang dijalin melalui komunikasi yang efektif dapat mempengaruhi proses penyembuhan. Apa yang dibutuhkan oleh pasien adalah proses perawatan yang mencakup perawatan fisik, perilaku, kognitif, dan emosi. Dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa komunikasi yang baik akan meningkatkan status kesehatan dan meningkatkan efisiensi perawatan. Komunikasi yang tidak berjalan baik seringkali menjadi faktor pendorong pasien mengajukan gugatan hukum bila di kemudian hari pasien mengalami KTD (kejadian tidak diharapkan).

Paternalisme menjadi Partnership

Pola paternalistik digantikan dengan pola hubungan yang bersifat partnership atau patient-centered care, yaitu pola perawatan kesehatan yang berorientasi pada pemenuhan keinginan dan kebutuhan pasien. Ungkapan ”dokterlah yang paling tahu, maka lakukan saja apa kata dokter” sudah waktunya untuk dihilangkan dari pikiran kita. Sekarang sudah jamannya dimana konsep otonomi dalam hubungan dokter – pasien dikembangkan. Pasien memiliki otonomi penuh atas dirinya. Pasien berhak menentukan keputusan medis yang akan dia terima. Ia bebas menerima atau menolak tindakan medis yang ditawarkan oleh dokternya. Dalam hal ini, dokter berkewajiban memberi informasi yang selengkap-lengkapnya kepada pasien mengenai diagnosis, terapi, proses penyakit, pilihan terapi, risiko serta prognosis penyakitnya. Prinsip otonomi dapat kita lihat pada pelaksanaan informed consent (hak persetujuan tindakan setelah diberikan informasi).

Keterampilan berkomunikasi

Salah satu kurikulum pengembangan komunikasi yang dipakai saat ini adalah The Kalamazoo I Consensus Statement, yang meliputi 7 langkah proses komunikasi:

1. Membangun hubungan dokter dan pasien

2. Membuka pembicaraan / diskusi

3. Mengumpulkan informasi

4. Mengerti perspektif pasien

5. Berbagi informasi

6. Mencapai persetujuan terhadap masalah dan rencana

7. Menyampaikan penutup

Sumber:

Cahyono, JB Suharjo, dr. Oktober 2008. Komunikasi: Fondasi Hubungan Dokter dan Pasien. Ethical Digest No 56 Thn VI: hal 68-7

5 Langkah Tuntaskan Diare

Selama ini pengobatan diare selalu identik dengan pemberian antibiotik, bahkan menurut penelitian Prof. dr. S. Yati Sunarto, SpA(K), penggunaan antibiotik tidak rasional pada diare akut di RS non pendidikan mencapai hampir 100%, sedangkan di RS pendidikan sebesar 18%. Bukannya menyembuhkan diare, pemberian antibiotik justru dapat menyebabkan antibiotic associated diarrhea.

Diare secara umum diartikan sebagai buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair. Akan tetapi definisi ini tidak berlaku pada bayi yang baru lahir di bawah satu bulan, karena pada kelompok usia ini, kadar enzim laktosanya masih rendah sehingga akan sering buang air besar bahkan hingga 7-8x sehari. Sebagian besar diare memang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, dan parasit. Tetapi lebih dari 50% diare penyebabnya adalah rotavirus. Jadi, pemberian antibiotik yang selama ini selalu dilakukan dalam mengobati diare lebih banyak tidak memberi manfaat, karena diare yang diakibatkan rotavirus merupakan self limiting disease.

Dalam Continuous Professional Development Konggres Nasional Ilmu Kesehatan Anak ke-14 di Surabaya, Juli 2008, diungkapkan 5 pilar dalam penatalaksanaan diare yang baru:g

1. 1. Oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.

2 2. ZINC diberikan selama 10 hari berturut-turut untuk mengurangi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. Zinc juga dapat mengembalikan napsu makan anak.

3. 3. ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang.

4 4. Antibiotik jangan diberikan kecuali dengan indikasi misalnya diare berdarah, kolera.

5 5. Nasihat pada ibu atau pengasuh: kembali segera jika demam, tinja berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.

Sumber:

Ethical Digest. Mei 2008. Gastroenteritis Pada Anak. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical Digest: hal 76.

Ethical Digest. Agustus 2008. Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak ke 14: Penanganan Diare Anak Terkini. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical Digest: hal 76.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Gizi Buruk Ternyata Masih Mengancam..

LIMA BALITA ALAMI GIZI BURUK KRONIS DI MALANG

KOMPAS.com

MALANG, JUMAT 6 Maret 2009

Selama kurun waktu Januari-Februari 2009 lima anak di bawah lima tahun (balita) di Kabupaten Malang, Jawa Timur, menderita gizi buruk kronis jenis marasmus, kwashiorkor, dan marasmus kwashiorkor.

221104pKepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang dr Agus Wahyu Arifin, Jumat (6/3), menyebutkan, dua balita berasal dari Kecamatan Pujon, dua dari Kecamatan Ngajum dan satu lagi dari Kecamatan Sumbermanjing Wetan.

“Gizi buruk kronis ini rata-rata diikuti penyakit penyerta bawaan dan saat ini mereka dalam pengawasan ketat Dinkes, termasuk melalui intervensi asupan nutrisi dan gizi selama 90 hari berturut-turut. Biaya perawatan di rumah sakit ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah,” katanya.

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

Pada tahun 2008 jumlah penderita gizi buruk kronis di Kabupaten Malang mencapai 14 balita dan empat di antaranya meninggal dunia. Sedangkan penderita gizi kurang pada tahun 2008 mencapai 300 balita dan tahun 2007 sebanyak 113 balita.

ABD

Sumber : Ant

Miris memang.. Di jaman yang semakin berkembang ini, dimana angka kejadian obesitas anak semakin tinggi, ternyata di sisi lain masih dijumpai adanya anak-anak yang mengalami gizi buruk alias malnutrisi. Hal ini jelas menjadi cambuk bagi kita semua untuk lebih berusaha lagi meningkatkan pelayanan bagi anak-anak yang merupakan cerminan masa depan bangsa.

Apakah kita ingin generasi kita seperti ini????


Children and a nurse attendant at a Nigerian orphanage in the la

Tidak semua anak kurang gizi tampak kurus..

Pada kurang gizi tipe kwashiorkor, anak tampak gemuk, tapi bukan gemuk seperti yang diharapkan. Kalau diperhatikan dengan seksama, sebenarnya yang terjadi pada anak kurang gizi tipe kwashiorkor ini adalah anak mengalami bengkak yang dapat terjadi pada seluruh tubuh, disertai wajah sembab dan membulat akibat kurangnya protein dalam tubuh. Gejala lain yang seringkali juga dijumpai antara lain mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama diare dan anemia.

Sedangkan tipe lain dari kurang gizi yang lebih mudah dikenali, yaitu tipe marasmus. Anak tampak sangat kurus, terlihat seperti tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutan minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare. Tipe ini disebabkan karena kurangnya kandungan kalori dalam tubuh anak.


Bisa juga didapati tipe campuran dari keduanya, yaitu marasmus kwashiorkor.

Marasmus 27972839_239ff61243



Kwasiorkhor

kwashiorkor1

Pengobatan pada anak dengan gizi buruk (malnutrisi energi protein) seperti yang ditulis dalam Pedoman Diagnosa dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak FK Unair Surabaya, meliputi:

A. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)

1. Penanganan hipoglikemi

2. Penanganan hipotermi

3. Penanganan dehidrasi

4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

5. Pengobatan infeksi

6. Pemberian makanan

7. Fasilitasi tumbuh kejar

8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro

9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental

10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh

B. Pengobatan penyakit penyerta, antara lain kekurangan vitamin A, kelainan kulit, infeksi parasit/cacing, diare yang terus menerus, tuberkulosa.

C. Penanganan kegawatan: syok dan anemia berat.

Lalu.. bagaimana mencegahnya?

Karena ada banyak faktor yang menjadi penyebab timbulnya gizi buruk, maka untuk mencegahnya bisa dilakukan beberapa langkah:

1. Penyuluhan pada masyarakat mengenai pola makan dan gizi seimbang (perbandingan yang sesuai antara jumlah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat badan).

2. Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala (sebulan sekali pada tahun pertama).

3. Dari segi faktor sosial: mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah berlangsung turun-temurun yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.

4. Dari segi faktor ekonomi: kemiskinan tetap menjadi masalah utama yang butuh jalan keluar. Tetap harus ditekankan perlunya bahan makanan yang bergizi di samping kuantitasnya.

5. Mencegah terjadinya infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk status gizi.Malnutrisis energi protein, walaupun dalam derajat ringan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.

Sumber:

Ant. 2009. Lima Balita Alami Gizi Buruk Kronis di Malang. (Online). (http://www.kompas.com, diakses tanggal 10 Maret 2009).

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Hidayat, Boerhan., dkk. 2006. Pedoman Diagnosa dan Terapi: Kurang Energi Protein (KEP). Surabaya: Bag./SMF IKA FK Unair/Dr.Sutomo.